Yuyurumpung adalah penguasa Kapanewon Kemaguhan, tokoh andalan tamtama Kadipaten Paranggaruda. Yuyurumpung mempunyai bentuk tubuh kekar dan berwajah seram, serta perilakunya kasar.  Yuyurumpung bila melihat wanita cantik, dalam hatinya masih ingin memilikinya.  Padahal, istri serimya sudah sembilan orang.
Sebagai penguasa di Kemaguhan wilayah Rembang, Yuyurumpung memerintah dengan tangan besi dan tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Semua lurah di wilayah Kemaguhan tunduk dan patuh setiap ada tugas dari Yuyurumpung. Semua tugas dijaiani bukan karena rasa tanggungjawab melainkan karena terpaksa dan takut.
Untuk melaksanakan tugas dariAdipati Yudapati yaitu mencari seperangkat gamelan yang bisa berbunyi sendiri, Yuyurumpung mengadakan sidang iurah. Hadir dalam persidangan adalah hampir semua lurah sewilayah Kapanewon Kemaguhan. Hanya satu orang yang tidak datang yaitu Kudasuwengi, lurah dari Desa Jembangan. Yuyurumpung marah. Ketidakhadiran Kudasuwengi ditanyakan kepada yang hadir tetapi hampir semua tidak tahu, Hanya ada beberapa menjawab Lurah yang pernah melihat para istri selir Yuyurumpung berada di rumah Kudasuwengi.
Kudasuwengi merupakan lurah yang tampan dan gagah berani. Ketidakhadiran dalam rapat memang disengaja oleh Kudasuwengi, setelah mendengar pengaduan para istri Yuyurumpung bahwa sebenarnya ada maksud yang  terselubung dibalik pertemuan tersebut. Segala sangsi yang diberikan oleh Yuyurumpung akan dihadapi Kudasuwengi dengan tanpa rasa takut.
Menjelang tengah malam, kediaman Kudasuwengi dikepung oleh Yuyurumpung serta para pengikutnya. Ki Singabangsa mendobrak pintu hingga terbuka,  kemudian prajurit Kemaguhan masuk rumah. Terjadilah perkelahian sengit, Kudasuwengi dikeroyok beramai-ramai. Yuyurumpung memang sangat licik. dengan main keroyok. Perkelahian yang tidak seimbang ini akhimya Kudasuwengi yang hanya sendirian dapat ditangkap kemudian diikat erat-erat. Yuyurumpung dengan leluasa menyiksa Kudasuwengi hingga babak belur. Masih belum  puas  menyiksa, Yuyurumpung menyuruh prajuritnya  agar Kudasuwengi diseret dengan kuda.
Tanpa rasa belas kasihan dan sangat   biadab para prajurit selalu mengikuti perintah tuannya. Tubuh Kudasuwengi yang sudah tidak berdaya dan berlumuran darah itu dihubungkan dengan tali panjang yang  diikatkan  pada pangkal ekor  yang kuda. Kemudian, kuda dinaiki Yuyurumpung berlari menyeret tubuh Kudasuwengi. Kudasuwengi  berguling- gulingg  sepanjang jalan menahan rasa sakit. Darah  segar mengucur  membasahi seluruh tubuhnya.
Melihat peristiwa  yang sangat memilukan ini, istri Kudasuwengi memberitahu  saudaranya yaitu Ki  Gede Singanyidra. Dengan   isak  tangis dan nafas   terengah-engah  isteri Kudasuwengi  menceritakan semua peristiwa  yang menyayat hati.  Ki  Gede Singanyidra dengan sangat  cepat menyusul untuk menyelamatkan Kudasuwengi.
Ki Gede Singanyidra dari kejauhan sudah melihat rombongan Yuyurumpung naik kuda. Ia mempercepat larinya dengan arah memotong jalan.  Bagaikan kilat Singanyidra melompat pedangnya cepat menebas pangkal ekor kuda. Kudasuwengi jatuh terpisah dengan kuda yang menyeretnya. Singanyidra dengan cekatan menolong Kudasuwengi ke tempat yang aman.
Kuda yang dirunggangi Yuyurumpung terhenyak dan lari cepat sambil melonjak-lonjak kesakitan karena pangkal ekomya putus. Kuda tidak terkendali seperti kerasukan setan, sehingga  Yuyurumpung jatuh terlempar keras dari kudanya. Muka Yuyurumpung mengelupas dan darah segar memancar keluar akibat kerisnya sendiri yang menancap pada bola mata sebelah kanan. Yuyurumpung merintih kesakitan tidak bisa bangun karena kaki kirinya patah.
Singanldra mengamuk membabi buta dengan pedang saktinya. Para prajurit Kemaguhan mengeroyok  Singanyidra namun usaha tersebut hanya sia-sia. Singanyrdra  merupakan tokoh prajurit andalan Kadipaten Carangsoka yang sangat berpengalaman dan ahli dalam berperang.
Dalam keadaan luka parah Kudasuwengi dibawa Singanyidra ke Majasemi untuk dimintakan pengayoman. Tak berapa lama keluarga Kudasuwengi menyusul mengungsi untuk menghindari amukan Yuyurumpung membalas dendam. Tempat yang dipilih untuk
berlindung adalah Majasemi karena penguasanya adil, bijaksana, dan berwibawa.
Raden Sukmayana penguasa Majasemi tidak keberatan dan menerima dengan baik kehadiran Kudasuwengi beserta keluarganya tinggal di Majasemi. Penerimaan ini bukan ikut mencarnpuri urusan negeri orang, melainkan atas dasar rasa kemanusiaan semata.
Selama Kudasuwengi berada di Majasemi, Raden Sukmayana bertangungjawab  atas keselamatannya. Namun, apabila sudah sembuh, semua terserah kepada Kudasuwengi. Kembali ke Jembangan dipersilakan, atau bila ingin tetap tinggal di Majasemi Raden Sukmayana tidak keberatan.

sumber: http://ketoprakjawa.wordpress.com